Liga 4 2025/2026: Pasuruan Siap Jadi Pelopor, Tiga Daerah Lain Urung Gelar
Pasuruan- PSSI tengah bersiap menghadirkan angin segar bagi sepak bola Indonesia dengan meluncurkan Liga 4 untuk musim 2025-2026. Kompetisi yang dikhususkan untuk level amatir ini dirancang dengan konsep baru yang lebih terstruktur, dengan tujuan utama menjadi tambang bakat baru untuk menyuplai pemain-pemain potensial ke Timnas Indonesia di masa depan.

Baca Juga : Meneror Warga Aksi Komplotan Lapas Yang Kembali Membelenggu
Namun, jalan menuju pelaksanaan Liga 4 tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di balik ambisi besar PSSI, terdapat sejumlah tantangan berat yang harus dihadapi oleh Asosiasi Kabupaten/Kota (Askab/Askot) selaku penyelenggara di tingkat daerah. Mulai dari besarnya anggaran yang dibutuhkan hingga regulasi ketat, seperti kewajiban bagi klub peserta untuk berbadan hukum, menjadi ujian pertama sebelum kompetisi benar-benar kick-off.
Pasuruan: Semangat Juang di Tengah Ketidakpastian Dana
Dalam peta persiapan Liga 4 di wilayah Jawa Pos Radar Bromo, Kabupaten Pasuruan muncul sebagai satu-satunya daerah yang menunjukkan sinyal kuat dan komitmen nyata untuk menggelar kompetisi ini. Dengan semangat optimisme, Askab PSSI Pasuruan menyatakan kesiapannya, bahkan sebelum ada kepastian mengenai dukungan anggaran dari Pemerintah Daerah (Pemda).
Ketua Askab PSSI Pasuruan, Udik Djanuantoro, mengungkapkan bahwa rapat komite eksekutif (exco) telah mematangkan dua skema konsep pelaksanaan.
“Kami memiliki dua opsi. Pertama, dengan mengajak seluruh 50 klub binaan kami untuk berpartisipasi. Kedua, yang kami nilai lebih efektif, adalah dengan menyelenggarakan kompetisi khusus ‘Kelas Utama’ yang diperuntukkan bagi klub-klub yang aktif dan serius dalam membina pemain muda,” jelas Udik. “Untuk konsep kedua ini, sudah ada 14 klub yang menyatakan kesiapan mereka.”
Inisiatif Pasuruan ini bukanlah langkah yang terisolasi. Rencana tersebut merupakan tindak lanjut dari koordinasi intensif dengan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Pasuruan, yang diawali dengan undangan dari Dispora Jawa Timur. Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyelaraskan persepsi antara Askab, Askot, dan Pemda se-Jawa Timur mengenai format dan implementasi Liga 4.
Koordinasi dengan Dispora sudah kami lakukan dengan baik
Prinsip kami, Liga 4 harus menjadi ajang pembinaan berjenjang yang jelas. Ini adalah tangga yang bisa mengantarkan klub-klub lokal menuju Liga 3, atau sebaliknya, menjadi mekanisme degradasi jika performa menurun, papar Udik dengan tegas.
Yang paling mencolok adalah tekad baja yang ditunjukkan Udik. Ia menegaskan bahwa komitmen untuk memajukan sepak bola daerah tidak akan padam hanya karena kendala pendanaan. “Ada atau tidaknya anggaran dari pemerintah, yang penting kami sudah berkoordinasi.
Tiga Daerah Lain: Mengutamakan Realistis dan Kesiapan Dana
Sementara Pasuruan maju dengan optimisme, tiga daerah lainnya dalam wilayah yang sama memilih untuk bersikap lebih realistis. Berbeda dengan Pasuruan, ketiga daerah ini—yang memilih untuk tidak disebutkan namanya—telah memastikan bahwa mereka tidak akan menggelar Liga 4 pada musim mendatang.
Alasan yang dikemukakan pun sangat fundamental: keterbatasan anggaran. Para ketua Askab/Askot dari ketiga daerah tersebut mengungkapkan bahwa tanpa suntikan dana yang signifikan dari pemda, mustahil bagi mereka untuk menyelenggarakan sebuah kompetisi yang memenuhi standar regulasi PSSI. Mereka berpendapat bahwa menggelar turnamen asal-asalan tanpa persiapan matang dan dana yang memadai justru akan mubazir dan tidak mencapai tujuan pembinaan.
Selain itu, belum siapnya klub-klub lokal dalam memenuhi syarat administratif, seperti berbadan hukum, juga menjadi kendala utama.
Sebuah Awal yang Penuh Tantangan
Dengan demikian, persiapan Liga 4 2025-2026 telah melukiskan sebuah panorama yang kontras: semangat pionir dari Kabupaten Pasuruan yang berani melangkah di tengah ketidakpastian, berhadapan dengan sikap hati-hati dari daerah lain yang lebih mengutamakan kesiapan dan kepastian dana. Perjalanan Pasuruan ke depan akan menjadi contoh nyata dan pelajaran berharga bagi daerah lainnya. Keberhasilan—atau kegagalan—mereka dalam menyelenggarakan Liga 4 dengan mandiri akan sangat menentukan apakah gelombang antusiasme ini akan menyebar, atau justru surut di tengah jalan. Satu hal yang pasti, sepak bola Indonesia membutuhkan lebih banyak daerah yang memiliki nyali seperti Pasuruan.
Membedah Strategi Pasuruan: Dari Konsep ke Lapangan
Lantas, bagaimana Askab Pasuruan mempertahankan keyakinannya tanpa kepastian dana? Sebagai langkah pertama, mereka tidak hanya berpangku tangan. Manajemen internal telah menyusun skema pendanaan mandiri yang kreatif. Misalnya, mereka akan menggalang dana dari para sponsor lokal dan membuka peluang partisipasi dari dunia usaha. Selain itu, panitia pelaksana juga berencana memanfaatkan iuran kompetisi dari klub-klub peserta sebagai modal operasional.
Tak berhenti di sana, kesiapan ini juga berakar dari persiapan teknis yang matang. Dengan kata lain, fokus pada “Kelas Utama” memungkinkan mereka menyelenggarakan kompetisi yang lebih berkualitas dengan jumlah peserta yang terkontrol.
Belajar dari Daerah Lain: Alasan di Balik Keputusan Mundur
Di sisi lain, tiga daerah yang memilih untuk tidak menggelar Liga 4 memiliki pertimbangan yang konkret. Pertama-tama, masalah anggaran menjadi penghalang utama yang tidak dapat mereka abaikan. Seorang perwakilan Askab mengungkapkan, “Tanpa dukungan anggaran yang jelas dari pemda, kami mustahil memulai. Lebih jauh lagi, kami tidak ingin Kompetisi ini berjalan seadanya dan justru gagal mencetak pemain berkualitas.”
Selain kendala dana, masalah regulasi juga menjadi batu sandungan. Sebagai contoh, kewajiban klub untuk berbadan hukum menimbulkan kesulitan tersendiri. Akibatnya, Askab khawatir jumlah peserta akan sangat minim dan kompetisi kehilangan esensinya.
Sebuah Perlombaan Menuju Garis Start
Pada akhirnya, situasi ini menggambarkan sebuah perlombaan menuju garis start. Kabupaten Pasuruan telah memutuskan untuk berlari lebih dulu dengan segala strategi dan keyakinannya. Sementara itu, daerah lain memilih untuk memastikan sepatu lari mereka sudah benar-benar kokoh sebelum melangkah.
Komitmen Pasuruan patut menjadi acuan. Namun demikian, kesuksesan jangka panjang Liga 4 sangat bergantung pada dukungan sistemik. Oleh karena itu, kolaborasi yang erat antara PSSI Pusat, pemerintah daerah, dan dunia usaha menjadi kunci penentu. Mata semua pecinta sepak bola Indonesia kini tertuju pada Pasuruan, menanti apakah langkah berani ini akan memicu domino positif dan membawa angin perubahan yang sesungguhnya bagi sepak bola amatir di Tanah Air.




