Dua Nyawa Selamat di Tengah Amukan Gelombang: Kisah Heroik Pemancing di Pasuruan
Pasuruan- Sebuah kisah haru dan heroik tertoreh di perairan Mlaten, Nguling, Pasuruan. Dua Anak Buah Kapal (ABK) yang dinyatakan hilang setelah Kapal Sinar Bahari Wulungan tenggelam, akhirnya berhasil diselamatkan. Keduanya ditemukan dalam keadaan selamat berkat kewaspadaan dan tindakan sigap sekelompok pemancing yang kebetulan melintas.

Baca Juga : Penyidik Kumpulkan Bukti Untuk Tetapkan Tersangka
Korban yang berhasil selamat dari cengkeraman laut itu adalah Ponirin (50), yang akrab disapa Ahok, dan Muhammad Jibril (17), yang biasa dipanggil Ajib. Keduanya merupakan warga Desa Tambaklekok, Kecamatan Lekok, Pasuruan. Kini, mereka telah dapat kembali berpeluk dengan keluarga setelah melewati malam mencekam di tengah gelombang.
Operasi SAR dan Kabar Gembira
Upaya pencarian kedua ABK ini diluncurkan sejak pagi buta. Sebuah tim SAR gabungan yang terdiri dari 5 personel Polairud, 10 anggota BPBD, serta dibantu oleh warga dan nelayan setempat, mulai beraksi pukul 08.00 WIB. Mereka menyisir perairan dengan harapan menemukan tanda-tanda kehidupan.
“Operasi pencarian kami lakukan sejak pagi. Namun, di tengah upaya kami, datanglah kabar gembira bahwa kedua ABK yang hilang telah ditemukan dalam kondisi selamat,” ujar Kasat Pol Airud Polres Pasuruan Kota, AKP Edy Suseno, dengan nada lega.
Keajaiban itu datang dari tangan-tangan nelayan pemancing. Kedua ABK ditemukan oleh para pemancing yang sedang menyewa perahu dari daerah Rejoso. Titik penemuan mereka berada sekitar 400 meter dari lokasi kapal tenggelam, tepatnya di perairan Mlaten, Nguling, atau sekitar 4-5 mil dari garis pantai.
Kronologi Mencekam Kapal yang Takluk oleh Ombak
Kisah pilu ini berawal ketika Kapal Sinar Bahari Wulungan berangkat melaut menuju perairan Mlaten. Sesampainya di lokasi, kapal melakukan prosedur normal: melego jangkar dan menyalakan lampu tembak (sorot) untuk menarik kumpulan ikan.
Namun, ketenangan malam itu berubah menjadi mimpi buruk sekitar pukul 19.00 WIB. Ombak besar yang disertai angin kencang tiba-tiba menghantam lambung kapal. Awalnya, kapal terasa stabil dan tidak goyah. Kekhawatiran justru muncul ketika nakhoda memeriksa ruang palka dan menemukan kenyataan pahit: air laut telah membanjiri bagian dalam kapal dengan cepat.
Dengan semangat bertarung nyawa, seluruh ABK bahu-membahu menguras air yang terus menerus masuk. Sayangnya, upaya mereka bagai menimba air dari lautan sendiri—sia-sia. Menyadari kapal dalam kondisi kritis, sang nakhoda mengambil keputusan darurat: memotong tali jangkar dan berusaha menghidupkan mesin untuk kembali ke darat.
Namun, nasib berkata lain. Sebelum kapal sempat bermanuver, gelombang raksasa datang menerpa tanpa ampun. Kapal pun takluk, terbalik, dan akhirnya tenggelam ke dasar laut.
Kewaspadaan Dalam situasi chaos dan gelap gulita, para ABK berjuang untuk menyelamatkan diri. Mereka berusaha berkumpul di atas lambung kapal yang terbalik, meraih apa pun yang bisa mengapung—jerigen, pelampung, atau potongan kayu—sebagai pegangan terakhir untuk bertahan hidup. Dari total 17 ABK, 15 orang berhasil mencapai daratan dengan selamat, sementara dua orang lainnya, Ahok dan Ajib, terombang-ambing dilupakan gelap, dinyatakan hilang, dan menanti pertolongan.
Akhir yang Berbahagia di Tengah Tragedi
Kisah hilangnya Ahok dan Ajib sempat mencemaskan keluarga dan warga. Namun, takdir baik berpihak. Keberanian mereka bertahan sepanjang malam dan kehadiran para pemancing di lokasi yang tepat pada waktu yang tepat, menyelamatkan nyawa mereka. Peristiwa ini kembali mengingatkan kita akan betapa tak terduganya lautan, tetapi juga tentang betapa kuatnya ikatan kemanusiaan yang mampu muncul di saat-saat genting, mengubah sebuah tragedi menjadi cerita tentang harapan dan keselamatan.




